
Dalam dunia pengembangan aplikasi modern, kebutuhan akan deployment yang cepat dan konsisten menjadi semakin penting. Banyak developer masih menghadapi masalah klasik seperti aplikasi berjalan baik di laptop, tetapi error saat dipindahkan ke server. Teknologi container hadir untuk menyelesaikan masalah tersebut—dan Docker menjadi tool yang paling populer digunakan.
Sederhananya begini: container itu seperti kotak khusus tempat kamu memasukkan aplikasi lengkap dengan library, konfigurasi, dan seluruh hal yang dibutuhkannya. Ketika kamu memindahkan kotak itu ke perangkat lain, aplikasi tetap berjalan sama persis.
Tidak peduli laptop, server, atau cloud — hasilnya tetap konsisten. Inilah yang membuat container sangat populer di kalangan developer maupun tim DevOps.
Ada beberapa alasan kenapa container jadi teknologi wajib di banyak perusahaan modern:
Container hanya membawa hal-hal yang dibutuhkan aplikasinya saja, dan tetap memakai kernel dari sistem operasi host. Karena itu, container sangat ringan dan bisa start dalam hitungan detik.
Virtual Machine berbeda — ia membawa sistem operasi lengkap. Akibatnya lebih berat, butuh resource besar, dan booting lebih lama. VM cocok untuk isolasi penuh, sedangkan container ideal untuk aplikasi modern yang butuh kecepatan dan efisiensi.
Docker memanfaatkan teknologi seperti namespaces dan cgroups untuk membuat setiap container memiliki “ruang sendiri” dan batasan resource. Meskipun terlihat terpisah, container tetap efisien karena berjalan di atas kernel yang sama. Inilah yang membuatnya cepat dan ringan.
Singkatnya: container mempermudah proses dari coding → testing → deploy.
Training Docker dasar ini sangat cocok untuk:
Kalau kamu ingin belajar Docker dengan cara yang benar-benar mudah dipahami, Areta Informatics College menggunakan metode Full Praktek. Artinya, kamu bukan hanya duduk mendengarkan teori — sejak awal kamu langsung mencoba sendiri.